(Apoteker dan Dokter)
POLEMIK PUYER
Pada siaran ini digambarkan,saat pembuatan obat puyer, mortar dan stamper yang digunakan tidak dibersihkan terlebih dahulu,bekas menggerus bahan obat langsung ditimpa untuk menggerus bahan obat lain.
Pembagian obat puyer menjadi beberapa bungkus pun terkesan asal2an tanpa penimbangan...
Siaran ini pun menampilkan video dari candid camera yang menggambarkan seorang dokter yang langsung menanyakan pada pasiennya saat memasuki ruangan..."mau puyer,atau tablet?".
TANPA DIAGNOSA.atau basa basi ramah sebagai pendahuluan.....
stetoskop tergantung di dinding....
waktu konsultasi (yang tdk dapat dikatakan sebagai proses konsultasi) sangat singkat...
dan dokter dengan seenaknya..langsung memberikan obat (yang telah dipilih pasien) kepada pasien...jadi....ke dokter langsung dapat obat..yeah..how great...
Siaran yang rutin muncul di TV beberapa jam sekali ini memang menimbulkan banyak banget reaksi..
Dari berbagai pihak.
Dari sisi masyarakat:
Tentu sangat menyentak hati mereka....saat mereka tahu.. obat yang biasa dkonsumsi oleh anak2 mereka,bahkan diri mereka sendiri..dikuak cara pembuatannya. pembuatan yang dalam siaran,sangatlah terlihat parah.. Pembagian puyer yang terkesan dikira2 tanpa penimbangan juga sangat menyita perhatian masyaakat begitu pula dengan kasus tidak higienisnya alat penggerus (mortar dan stamper)....betapa...di mata masyarakat,,buruknya pembuatan obat puyer di apotek. mereka pasti bertanya2.... "ow my god,what should it be??that's not rational!so dirty...blablabla...". "beginikah kerja apoteker Indonesia??" Kasus dokter "aneh" pun ikut menimbulkan berjuta tanda tanya..."lho,gmana mereka bisa tau penyakit kita apa?mereka ga bertanya keluhan kita...blablabla..pantesan banyak malpraktek...seenaknya gni ya ternyata.dikira kesehatan main2 apa?"
Dari sisi dokter:
Dispensing obat (penyerahan obat langsung pada pasien) diperbolehkan kok....coba bayangin,kalo kita praktek di tempat terpencil,apotek jauh...pasien sangat membutuhkan obat...gmana?masa kita harus ke apotek yang letaknya jauh...menunggu apoteker membuat obat...dan menyaksikan penderitaan pasien lama2...?>>>komen dari temen yang kuliah di kedokteran.Tentang video itu... paling cuma ada 1 banding berapa juta di bumi...dokter kebanyakan tidak seperti itu,blablabla...jadi jangan mengambil kesimpulan buruk terlebih dahulu tentang kasus ini dan jangan langsung meng-under estimate-kan dokter. Bagaimana dengan apotekernya itu sendiri?mortar dan stamper ga dibersihkan dulu?emang gni ya kerjanya?
Dari sisi apoteker:
Pembuatan Obat,,dan penyerahan obat adalah wewenang kami sebagai APOTEKER.DOKTER hanya berhak menulis resep saja....apa itu?? dokter bekerja tanpa mendiagnosa.menyerahkan obat pada pasien....ini menghina kami....menghina profesi kami...selain itu...merendahkan profesi mereka juga.... Mengenai siaran yang menggambarkan berantakannya proses pembuatan obat,saya yakin hanya sedikit sekali terjadi... Wartawan2 itu mencari apotek kecil di pelosok tanpa apoteker dan dengan suksesnya menyebarluaskan pada masyarakat dan berhasil memojokkan kami.apoteker rasional,yang tidak pernah membuat/meracik obat dengan cara seperti itu....Peracikan obat tentu ada caranya, CPOB...dan kami tidak melakukan apa yang tergambarkan dalam siaran itu...
Dari pandangan saya pribadi (yang sering ditanya oleh beberapa kawan dari fakultas lain mengenai polemik puyer ini):
Mungkin sebelum banyak berkomentar,sedikit akan saya jelaskan apa itu puyer...
"Puyer, atau dalam dunia kefarmasian biasa disebut pulvis atau pulveres merupakan sediaan obat berupa serbuk yang terdiri dari dua atau lebih campuran homogen obat yang digerus dan dibagi dalam bobot kurang lebih sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas. Racikan puyer ini bisa langsung dikonsumsi dengan dicampur air, biasanya untuk anak-anak atau bisa juga dimasukkan kapsul untuk orang dewasa."
"Bila dilihat dari filosofinya, puyer sesungguhnya merupakan sediaan yang bersifat darurat, artinya bentuk sediaan ini hanya stabil untuk masa yang pendek. . Tetapi jangan lupa bahwa apoteker dengan pertimbangan dan kewenangan profesionalnya memiliki hak untuk untuk mengeluarkan jaminan terhadap kerasionalan formulasi dan stabilitas puyer untuk waktu tertentu. Sehingga dengan adanya jaminan tersebut puyer tetap dapat dikonsumsi secara aman dan efektif. "
Yap..
Kalo kita mengacu pada good pharmacy practise, apoteker memang yang bertanggung jawab penuh dan memiliki wewenang dalam proses pembuatan atau peracikan obat, misal puyer, dan menjamin kualitas dan stabilitas bentuk sediaan sehingga aman dikonsumsi oleh pasien. Apoteker dalam prakteknya,haruslah melakukan screening resep terlebih dahulu,sebagai proses pengoreksian agar kemungkinan adanya ketidakrasionalan penggunaan,maupun interaksi obat dapat ditekan seminim mungkin.Bisa jadi dokter (yang dalam kasus ini hanya berwewenang mendiagnosis penyakit pasien dan MENULISKAN RESEP,bukan membuat/menyerahkan obat langsung pada pasien...) melakukan sedikit kesalahan...dan Apoteker mengoreksinya....bila memang dirasa salah (misal,dosis terlalu tinggi), apoteker dapat mengusulkan pada dokter dan bertanya,mengapa dosis yang ditulis dalam resep sekian...apa tidak terlalu tinggi...atau bagaimana...
Namun pada kenyataannya memang sering terjadi penyimpangan.. Baik dari apotekernya sendiri maupun dari dokternya. Apoteker tidak selalu berada di apotek. dokter melakukan dispensing obat langsung kepada pasien meski ditengah kerumunan apotek. Ketidakhadiran apoteker di apotek menyebabkan tidak terselenggaranya good pharmacy practise secara optimal dan dokter yang melakukan pekerjaan kefarmasian (dispensing) luput dari mekanisme kontrol yang seharusnya tidak boleh terlewatkan dalam proses pengobatan.
Sejak tersiarnya POLEMIK PUYER...
Puyer yang dahulu termasuk obat yang sering dikonsumsi, khususnya anak-anak, kini tampaknya menjadi bahaya besar yang mengancam keselamatan masyarakat Indonesia.
Walau di beberapa negara puyer telah dihapus dan tidak diperbolehkan diberikan kepada pasien...sebenarnya Puyer masih bisa dipertahankan keberadaannya,kok,sepanjang apoteker mampu menerapkan good pharmacy practise secara memadai dalam praktek sehari-harinya di apotek. Dan sesungguhnya inilah salah satu wujud pharmaceutical care yang sangat dirasakan manfaatnya oleh pasien dari seorang apoteker.
Intinya,pada kasus ini....
Walau terpapar sekali kebobrokan....walau hanya sedikit sekali kemungkinannya terjadi...MENYEDIHKAN.ternyata memang terjadi.
Disini,tidak ada pihak yang boleh menyalahkan ataupun disalahkan. Kesalahan tidak hanya terjadi pada apotekernya saja maupun dokternya saja. Namun seluruh komponen penyelenggara sistem kesehatan di Indonesia.
Inilah tantangan bagi para apoteker2 muda...bagaimana cara menjaga idealisme nya sehingga tidak terpengaruh oleh kenyataan yang sudah terlanjur terjadi dan bagaimana caranya mengubah semua kebobrokan yang terlanjur terjadi.
Jadi,
Seharusnya... Pemerintah maupun masyarakat memberi penghargaan yang lebih pada apoteker dan tidak melulu menganggap profesi apoteker berada di bawah dokter atau pembantu dokter. APOTEKER adalah REKAN DOKTER.
"Hormati kode etik masing2 profesi. Hilangkan keegoisan dari masing2nya. Wujudkan sistem kesehatan yang terbaik di Indonesia.Berubahlah untuk maju"
hm...tapi ada satu hal di pikiran saya. EYE KILLER!!
mata gw sakit.....
tapi terserah deh, namanya juga diary